Diantara Dua Dunia
Karya : Vannesa Hermawan
Pada suatu pagi yang cerah, di sebuah desa yang
tenang, hiduplah seorang gadis bernama Calliope. Dia memiliki rambut pendek
yang membuatnya tampak mempesona, dan kecantikannya sudah menjadi pembicaraan
di desa. Calliope tinggal bersama ibunya, yang sangat ia sayangi. Namun, ada
satu hal yang sering mengganggu pikirannya—ibunya selalu melarang Calliope
berinteraksi dengan laki-laki, sebuah trauma masa lalu yang membuat sang ibu
sangat protektif.
Meski kadang merasa terkekang, Calliope tetap
menurut pada ibunya. Dia memilih untuk hanya berteman dengan perempuan, bahkan
ketika rasa penasaran mulai tumbuh di hatinya tentang dunia yang lebih luas.
Hari ini adalah hari pertama Calliope bersekolah di Alexander High School,
sebuah langkah baru yang membuatnya sedikit gugup.
“Huftt... Semoga hari ini berjalan lancar,” ucap Calliope dalam hati sambil
menghela napas dalam-dalam.
Ibunya mengantarkan Calliope ke
sekolah, dan sebelum turun dari mobil, Calliope pamit. “Dadaah, Bu. Sampai nanti!” Ia melambaikan tangan,
mencoba menutupi rasa tegangnya.
Setelah masuk ke gerbang sekolah, Calliope mulai
mencari kelasnya. “Kelas 10A, di mana ya?” gumamnya sambil melihat-lihat
sekeliling. Setelah berkeliling sebentar, akhirnya ia menemukan kelasnya dan
duduk di bangku yang masih kosong.
Tak lama kemudian, seorang siswi lain menghampirinya dengan senyum lebar.
“Hai cewek cantik! Siapa nama kamu?” tanyanya dengan ramah.
“Oh, hai! Aku Calliope. Salam kenal ya,” jawab Calliope dengan
senyum ceria.
“Aku Aghnia, anak paling cute di
kelas ini. Hahaha!” balas Aghnia sambil tertawa.
Calliope tertawa kecil. “Ah, kamu lucu! Senang kenal sama kamu.”
Obrolan ringan antara mereka berlanjut hingga bel masuk berbunyi. Di kelas,
guru yang bernama Bu Indah memulai pelajaran dengan meminta setiap murid untuk
memperkenalkan diri.
“Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita akan saling kenalan dulu, ya. Yuk,
kita mulai dari yang di ujung,” kata Bu Indah sambil menunjuk murid pertama.
Satu per satu siswa memperkenalkan diri, hingga tiba giliran Calliope. Ia
maju ke depan kelas dengan percaya diri.
“Halo, semuanya. Aku Calliope. Salam kenal ya!” ucapnya singkat.
Seluruh kelas tampak terpesona oleh kecantikannya, dan beberapa anak mulai
berbisik-bisik. Setelah itu, pelajaran berlanjut hingga jam istirahat tiba.
Saat bel istirahat berbunyi, Calliope bergegas keluar dan menuju taman
sekolah. Di sana, ia duduk di bangku yang teduh, menikmati angin sepoi-sepoi
sambil memainkan ponselnya.
Tiba-tiba, ia merasakan sentuhan ringan di pundaknya. Saat menoleh, seorang
siswa laki-laki berdiri di belakangnya dengan senyum ramah.
“Hai, boleh duduk di sini?” tanyanya.
Calliope tersenyum, sedikit
terkejut. “Iya, tentu.”
Mereka pun mulai berbicara. “Nama aku Darrel, kamu siapa?”
“Aku Calliope,” jawabnya dengan
sopan.
“Kelas berapa?” tanya Darrel.
“Kelas 10A. Kamu?”
“Oh, aku kelas 11B. Jadi kamu adik kelas, ya. Wah, bocil nih!”
Darrel terkekeh.
Obrolan mereka mengalir dengan
santai, dan Calliope mulai merasa nyaman berbicara dengan Darrel. Hari pertama
di sekolah barunya yang semula penuh kegugupan berubah menjadi menyenangkan
karena pertemuan tak terduga ini. Namun, di balik keceriaan itu, ada rasa
was-was dalam hati Calliope. Ia tahu
bahwa ibunya pasti tak akan setuju jika tahu Calliope berteman dengan seorang
laki-laki.
Sesampainya di rumah, Calliope
disambut oleh ibunya. “Bagaimana hari ini, nak? Kamu sudah dapat teman baru?”
tanya ibunya sambil tersenyum lembut.
Calliope mengangguk. “Iya, bu. Aku punya satu teman baru.”
“Laki-laki atau perempuan?” Ibunya menatapnya dengan tajam.
Calliope merasa sedikit gugup, tapi ia menjawab, “Perempuan, bu.”
“Bagus. Kamu tahu kan, laki-laki itu berbahaya. Ibu gak mau kamu
dekat-dekat mereka,” kata ibunya dengan nada tegas, mengulang kalimat yang
sudah sering Calliope dengar.
Dengan rasa kesal yang mulai menumpuk, Calliope hanya mengangguk singkat.
“Iya, bu. Aku tahu,” balasnya sambil berlalu menuju kamar. Ia sudah lelah
mendengar aturan yang sama terus-menerus, dan kali ini, ia memilih untuk
menyimpan rahasianya tentang Darrel.
Di kamar, Calliope merenung. Ia mencintai ibunya, tapi ia juga ingin hidup
dengan kebebasan untuk menjalin persahabatan tanpa takut. Di dalam hatinya, ada
keinginan untuk suatu hari bisa membuat ibunya mengerti.
**Bersambung...**
0 comments:
Post a Comment