Long Journey with You
Karya : Angel Christiani Wijaya
Terlihat
dari dahinya yang selalu mengerut, seorang ga dis berusia 16 tahun kebingungan
mendengarkan penjelasan guru matematika galak tersebut tanpa jeda sejak satu
jam yang lalu. Nama gadis itu Caitlyn Axera, hanya siswi biasa yang selalu
berada di zona nyamannya,
“jadi hasilnya itu
4 ya”
Setelah
menjelaskan, keluarlah kata-kata ajaib yang dapat membuat seluruh siswa
berkeringat, “Kalau sudah mengerti semua, 4 orang maju ke depan mengerjakan
soal di papan tulis ya”
Seluruh siswa
langsung lemas ketika sang guru menulis soal di papan tulis. Setelah selesai
memanggil 4 siswa, Louise, Aurora, Januar dan... Caitlyn, para siswa tersebut
bangkit dari kursinya masing-masing menuju papan tulis tanpa semangat. 5 menit
berlalu begitu saja, satu persatu murid di depan selesai mengerjakan soal di
papan tulis, kecuali... Caitlyn dan Januar,
“Januu, gaada
niatan mau bantuin aku gitu?”
Januar Pramuja,
laki-laki itu hanya menatap soal Caitlyn sejenak lalu menaruh spidol dan
kembali ke tempat duduknya tanpa ada sedikitpun niat untuk membantu Caitlyn. Di
saat seperti ini Caityln berpikir kenapa ia tidak bolos saja tadi pagi. Sang
guru memperhatikan jawaban 3 siswa dan siswi lain sambil mengangguk-angguk lalu
beralih pada Caitlyn,
“Kamu, bagaimana? tidak bisa ya?”, dengan
malu Caitlyn menjawab, “Saya kurang ngerti, bu”
Perkataan Caitlyn membuat sang guru
menghela nafas kasar dan menyuruhnya untuk kembali ke tempatnya. Bohong bila
Caitlyn tidak malu, ini hari pertama mereka melakukan kegiatan belajar mengajar
namun kenapa hanya dia yang tidak bisa mengerjakan soal tersebut?
Sesampainya ia di rumah,
tidak ada hal baru yang ia lakukan. Setelah menyimpan tas ia hanya berbaring di
kasur dan menatap langit-langit sambil berpikir,
“Kalau
dipikir-pikir, kegiatan aku ga seru banget ya? Sekolah, makan, mandi, tidur,
gapernah ngelakuin hal-hal yang lain”
Semasa SMP,
Caityln selalu melakukan hal sama setiap hari, menurutnya ini melelahkan dan
membosankan, hidupnya terlalu monoton karena tidak ada teman yang bisa
menumbuhkan semangatnya untuk belajar dan melakukan hal lain.
“Dari sekian
banyaknya mata pelajaran, Cuma nilai bahasa inggris doang yang bagus?”
Walau begitu,
Caitlyn tetap berusaha bertahan di sekolah ini sebisanya. Sampai tak terasa ia kini
sudah kelas akhir di jenjang SMA. Setelah pelajaran terakhir selesai, tepat ukul
5 sore, bel pulang sekolah akhirnya berbunyi, Caitlyn bergegas memasukkan
seluruh alat tulis dan buku-bukunya ke dalam tas. Namun, rencana Caitlyn untuk
pulang lebih awal mungkin hilang,
“Kamu Caitlyn ya? Wali
kelas titip pesan ke aku buat minta kamu ke ruang guru.” Caitlyn mengangguk dan
berterimakasih sebelum meninggalkan Aurora menuju ruang guru. Sampai di sana,
ia melihat Januar pun sedang berbincang dengan wali kelasnya,
“Bapak panggil
saya?”, Caitlyn berjalan sambil bertanya-tanya, apa ada masalah?
“Ini, lihat nilai
matematika kamu”, Guru tersebut menyerahkan selembar kertas berisi nilai-nilai
Caitlyn dari kelas 10 dan 11
“Bapak senang
melihat peningkatan nilai kamu, tapi bisa kamu lihat nilai matematikamu sangat
kurang Caitlyn. Bapak sudah memberitahumu sejak kelas 11 awal agar kamu bisa meningkatkan
nilai matematikamu, tapi ternyata nilaimu tidak meningkat.” Caitlyn melihat
lembar-lembar nilainya dengan sedih, karena satu-satunya nilai yang di bawah
rata-rata hanya nilai matematikanya,
“Januar, nilai
bahasa inggrismu juga di bawah rata-rata.” Berbeda dengan Caitlyn yang raut
wajahnya terlihat sedih, Januar tidak memperlihatkan ekspresi sedih, dia hanya
menghela nafas,
“Bapak memanggil
kalian berdua, karena Bapak berharap kalian bisa belajar bersama.” Namun kali
ini, ekspresi terkejut muncul dari raut wajah mereka berdua,
“Caitlyn, nilai
bahasa inggrismu paling bagus diantara teman-teman yang lainnya, begitu juga
dengan nilai matematika Januar. Bapak harap kalian bisa belajar bersama agar
bisa meningkatkan nilai kalian ya?” Tidak pernah melakukan percakapan dan
interaksi sama sekali sejak pertama kali bertemu, tapi sekarang harus belajar
bersama? Ini isi pikiran Caitlyn sejak mendengar perkataan wali kelasnya,
“Bapak hanya ingin
menyampaikan itu, sekarang kalian sudah bisa pulang ke rumah.” Setelah itu
Januar menunduk memberi hormat pada gurunya sebelum meninggalkan ruang guru dan
Caitlyn yang masih dengan raut wajah terkejut.
Saat
sampai di rumah, satu detik setelah Caitlyn membaringkan tubuhnya di kasur,
suara notifikasi handphone nya berbunyi tanda ada pesan yang masuk,
Ting!
0821-****
mau belajar dimana?
Kening Caitlyn
berkerut, ini siapa sih? Gaada salam dulu gitu? Orang minta sumbangan aja salam
dulu. Namun ide jahil terlintas di kepala Caitlyn,
Pulsa
tdk cukup utk menerima SMS dr bank?
Ketik REG utk aktifkan Paket Darurat
(SMS Banking, Rp1000/SMS, Max 5 SMS/hari).
BAYAR NANTI saat isi pulsa. SKB!
0821-****
Caitlyn.
Ini
siapa sih?
maling aja kalo mau nyolong permisi dulu!
0821-****
Januar, ini nomor gw
Salam
dulu!
0821-****
Selamat sore yang mulia ratu, maaf mengganggu
Apakah yang mulia bersedia
untuk belajar malam ini?
Yahh
tapi maaf ya, ratumu ini lagi sibuk bgt.
Kucink Gawronk!
Lo tuh malesan banget ya?
Ku
butuh istirahat yaa? Pliss, Janu
Kucink Gawronk!
Jam 6 gw jemput harus udah siap
Heh!
seenaknya banget bikin jadwal,
kamu pikir semua didunia ini bisa dadakan kayak tahu bulat?
Namun
pesan terakhir Caitlyn hanya bercentang abu-abu, yang artinya tidak dibaca oleh
si penerima. “Ja nu ar pra mu ja, orang paling aneh satu dunia. Padalah kalo
mau ngajak ngajak itu minimal 1 minggu sebelumnya, princess ini kan sibuk!”
Belum
5 menit Caitlyn mengoceh, suara mobil Januar sudah terdengar di balik pagar
rumahnya membuat Caitlyn panik karena belum sempat bersiap-siap. Akhirnya dia
keluar dengan kaos putih polos dibalut cardigan cokelat dan jeans hitam, tidak
lupa totebag berisi buku juga alat tulisnya.
“Emang
boleh semobil berdua? Kita kan belum muhrim tahu”
“Terus mau lo naik apa?
Buraq?” Caitlyn memperlihatkan cengirannya, “Orang pinter bisa ngelawak juga
ya? Hehe”
Setelahnya
tidak ada yang memulai percakapan, Januar fokus pada kegiatan menyetirnya
sedangkan Caitlyn sibuk mencari tahu apa itu Buraq.
Sekitar
30 menit, akhirnya mereka sampai di perpustakaan. Mereka masuk dan menyewa 2
meja belajar selama 4 jam. Karena area belajar ada di lantai 2, jadi mereka
pergi kesana dan mulai sesi pertama belajar mandiri mereka.
“I
dance, you dance, he dances?”
“Iya, emang pick me he she it
tuh”
“49
dikurang 7 berapa?”
“42 lah”
“Kenapa lo tulis 800?”
“Lah iya”
“Kenapa ginjal ada dua?”
“Kalau yang satunya rusak, tubuh masih bisa bekerja dengan baik”
“Salah, kalau cuma satu namanya ganjil.
Kenapa gurame suka bergerombol?”
“Lo serius tanya gituan?”
“Salah, karna kalau sendirian namanya
gusepi”
“Januu,
kalau soal ini gimana?” Caitlyn memberikan secarik kertas soal matematika yang
ia temukan. Setelah Januar melirik soal tersebut, ia tersenyum tipis, “Lo mau
ngerjain gue ya?” tebak Janu, tapi Caitlyn mengelak dengan cepat “Enggak lah!”
9x – 7i > 3 (3x
– 7u), ini adalah soal yang Caitlyn tanyakan pada Januar. Januar mengambil alih
kertas tersebut dan mulai menjelaskan,
“ini harus
dikaliin dulu pake sifat distributif aljabar, jadi 9x – 7i > 9x – 21u. Terus
kita pindah ruas, kalau pindah ruas diapain?” Januar bertanya untuk memastikan
Caitlyn mengerti apa yang ia kerjakan.
“Disayang” celetuk
Caitlyn asal, Januar menyentil pelan dahi Caitlyn yang membuat korbannya
mengaduh sakit, “Sakit Janu!”
“Otak lo tuh ya,
karna pindah rusa jadi 9x nya minus. 9x dikurang 9x berarti 0 > 7i – 21u,”
Caitlyn mengangguk saja asal Januar tahu ia mengerti. Tak lama Januar menulis
hasilnya di kertas tersebut, “i < 3u, ngerti?” Caitlyn melirik Januar
menunggu reaksi apa yang akan keluar, “Caitlyn, ngerti ga?”
Saat ditanya untuk
yang kedua kalinya, wajah jahil dan penasaran Caitlyn digantikan oleh wajah
masam, “kamu ga salah fokus sama jawabannya gitu?”
“Kenapa harus
salah fokus? Tujuh i kurang dari tiga u, itu jawabannya.” Mendengar jawaban
yang tidak sesuai dengan ekspetasinya, Caitlyn menutupi wajahnya dengan buku
dan melipat tangannya di perut dan duduk dengan posisi tubuh yang sedikit
merosot ke bawah.
Malam
itu Januar benar-benar dibuat pusing oleh tingkah random Caitlyn, selain
tingkahnya, Caitlyn juga suka menggambar random. Misalnya sekarang Caitlyn
menggambar asal pemandangan langit dan bola berbentuk bumi dengan tambahan
senyum lucu, “Janu liat! Bumi nya aku, langitnya kamu. Karna kalau aku capek,
rasa capek itu bisa hilang kalau lihat langit!” Kertas tersebut Caitlyn
selipkan di buku pelajaran, dia asyik sendiri memandang hasil karya nya dengan
senyumnya yang tak kunjung luntur.
Namun ekspresi senyuman
Caitlyn seketika berubah menjadi ekspresi panik karena ia melihat darah keluar
dari hidung Januar, “eh hidung kamu!” Caitlyn mengambil tisu dan menyumbat
hidung Januar agar pendarahannya berhenti.
“Kok
kamu mimisan?” tanya Caitlyn, “Cuma mimisan, karena terlalu cape” Januar
menjelaskan.
Setelah
kejadian Januar mimisan, sesi belajar malam itu akhirnya selesai karena Caitlyn
yang meminta Januar untuk pulang lebih awal agar laki-laki itu bisa
beristirahat.
Satu
bulan, dua bulan berlalu, semakin hari Caitlyn semakin menguasai pelajaran
matematika begitu juga Januar yang mulai menguasai pelajaran bahasa inggris.
Bonusnya, hubungan mereka pun semakin dekat.
*10 Bulan kemudian
Semua orang
bahagia hari ini, mereka akhirnya bisa lulus dari sekolah ini. “Semoga para
siswa yang telah lulus dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang tertinggi dan
mengamalkan ilmunya demi kehidupan yang lebih baik. Mari kita beri tepuk tangan
yang paling meriah untuk anak-anak kita yang telah lulus!” Seluruh orang tua
murid bertepuk tangan dengan meriah karena merasa bangga melihat anak nya sudah
lulus Sekolah Menengah Akhir.
Ini
adalah momen yang paling berat untuk Caitlyn, karena ia tahu setelah lulus,
Caitlyn dan Januar akan sulit bertemu, “Kamu beneran mau kuliah di luar negri?”
Caitlyn masih berharap Januar berbohong,
“Iya,
mama papa minta gue buat kuliah di sana” Bukan kemauan Januar untuk kuliah di
luar negri, namun itu permintaan orang tua nya yang tidak bisa ia bantah.
“Gue
gabisa janji untuk pulang lagi ke lo. Tapi gue bisa janji kita bakal ketemu
lagi, Caitlyn.”
Walau
sejujurnya Caitlyn kurang paham maksud dari perkataan Januar, tapi Caitlyn
hanya fokus pada kata-kata Januar yang berjanji “kita bakal ketemu lagi,
Caitlyn.” Caitlyn hanya berdoa semoga Januar bisa sampai dan kembali dengan
selamat.
11
tahun yang berat sudah Caitlyn jalani tanpa pernah berkomunikasi atau bertemu
dengan Januar, karena setelah pergi keluar negeri, nomor Januar tidak lagi
aktif. Dirinya juga menyesal tidak bisa mengantar Januar ke bandara karena
jadwal kuliahnya bentrokan dengan waktu Januar berangkat.
“Halo adik kecil?
Kamu sakit apa nak?” Caitlyn kini bukan lagi siswi, namun Dokter anak berusia
29 tahun. Ia bertanya kepada anak laki-laki berusia 4 tahun yang sedang duduk
di depan Caitlyn sambil memegang tisu di hidungnya,
“Hidungku
berdarah terus Aunty, Miss suruh aku kesini untuk di cek” anak tersebut
menjelaskan.
“Coba
kita cek dulu yaa?” Mimisan membuat Caitlyn mengingat seseorang, Namun ia tidak
boleh memikirkan hal lain, kini ada pasien yang harus ia tangani. Setelah di
cek, Ternyata anak ini hanya terlalu lelah, Namun Caitlyn menyarankannya untuk
pulang ke rumah karena suhu tubuhnya lumayan tinggi,
“Kamu
pulang aja ya? Karena suhu tubuh kamu tinggi, kamu harus banyak istirahat dan
minum air putih yang cukup okai?” Caitlyn menjelaskan kepada anak itu dengan
kata-kata yang mudah dimengerti. “Hafal nomor orang tua kamu ga? Mau dokter
telfon boleh?” Caitlyn sudah mengambil ponsel nya, namun anak itu langsung
bangkit dari kursi nya dan berlari ke arah pintu sambil berteriak riang,
“Papaa!”
Dan saat Caitlyn
menoleh, ia langsung mengingat tidak banyak berubah darinya, hanya saja kini
senyumnya lebih mudah terlihat, “Januar?”
Januar menepati
janjinya agar ia dan Caitlyn bisa bertemu lagi, semesta juga mengabulkan
permintaan Caitlyn agar Januar bisa pergi dan kembali dengan selamat. Namun ia
lupa meminta Tuhan agar dia dan Januar dipersatukan kembali, kini ia teringat
pada kata-kata Januar yang tidak ia mengerti, “Gue gabisa janji untuk pulang
lagi ke lo, tapi sekarang janji gue buat ketemu sama lo udah lunas, Caitlyn.”
Kamu itu layaknya langit yang kelihatannya
dekat tapi nyatanya jauh. Terlihat dekat untuk dilihat, namun terlalu jauh
untuk digapai.
0 comments:
Post a Comment