Saturday, October 5, 2024

Long Journey with You #2

 Long Journey with You 

Karya : Angel Christiani Wijaya


            Terlihat dari dahinya yang selalu mengerut, seorang ga dis berusia 16 tahun kebingungan mendengarkan penjelasan guru matematika galak tersebut tanpa jeda sejak satu jam yang lalu. Nama gadis itu Caitlyn Axera, hanya siswi biasa yang selalu berada di zona nyamannya,

“jadi hasilnya itu 4 ya”

Setelah menjelaskan, keluarlah kata-kata ajaib yang dapat membuat seluruh siswa berkeringat, “Kalau sudah mengerti semua, 4 orang maju ke depan mengerjakan soal di papan tulis ya”

Seluruh siswa langsung lemas ketika sang guru menulis soal di papan tulis. Setelah selesai memanggil 4 siswa, Louise, Aurora, Januar dan... Caitlyn, para siswa tersebut bangkit dari kursinya masing-masing menuju papan tulis tanpa semangat. 5 menit berlalu begitu saja, satu persatu murid di depan selesai mengerjakan soal di papan tulis, kecuali... Caitlyn dan Januar,

“Januu, gaada niatan mau bantuin aku gitu?”

Januar Pramuja, laki-laki itu hanya menatap soal Caitlyn sejenak lalu menaruh spidol dan kembali ke tempat duduknya tanpa ada sedikitpun niat untuk membantu Caitlyn. Di saat seperti ini Caityln berpikir kenapa ia tidak bolos saja tadi pagi. Sang guru memperhatikan jawaban 3 siswa dan siswi lain sambil mengangguk-angguk lalu beralih pada Caitlyn,

“Kamu, bagaimana? tidak bisa ya?”, dengan malu Caitlyn menjawab, “Saya kurang ngerti, bu”

            Perkataan Caitlyn membuat sang guru menghela nafas kasar dan menyuruhnya untuk kembali ke tempatnya. Bohong bila Caitlyn tidak malu, ini hari pertama mereka melakukan kegiatan belajar mengajar namun kenapa hanya dia yang tidak bisa mengerjakan soal tersebut?

Sesampainya ia di rumah, tidak ada hal baru yang ia lakukan. Setelah menyimpan tas ia hanya berbaring di kasur dan menatap langit-langit sambil berpikir,

“Kalau dipikir-pikir, kegiatan aku ga seru banget ya? Sekolah, makan, mandi, tidur, gapernah ngelakuin hal-hal yang lain”

Semasa SMP, Caityln selalu melakukan hal sama setiap hari, menurutnya ini melelahkan dan membosankan, hidupnya terlalu monoton karena tidak ada teman yang bisa menumbuhkan semangatnya untuk belajar dan melakukan hal lain.

“Dari sekian banyaknya mata pelajaran, Cuma nilai bahasa inggris doang yang bagus?”

Walau begitu, Caitlyn tetap berusaha bertahan di sekolah ini sebisanya. Sampai tak terasa ia kini sudah kelas akhir di jenjang SMA. Setelah pelajaran terakhir selesai, tepat ukul 5 sore, bel pulang sekolah akhirnya berbunyi, Caitlyn bergegas memasukkan seluruh alat tulis dan buku-bukunya ke dalam tas. Namun, rencana Caitlyn untuk pulang lebih awal mungkin hilang,

“Kamu Caitlyn ya? Wali kelas titip pesan ke aku buat minta kamu ke ruang guru.” Caitlyn mengangguk dan berterimakasih sebelum meninggalkan Aurora menuju ruang guru. Sampai di sana, ia melihat Januar pun sedang berbincang dengan wali kelasnya,

“Bapak panggil saya?”, Caitlyn berjalan sambil bertanya-tanya, apa ada masalah?

“Ini, lihat nilai matematika kamu”, Guru tersebut menyerahkan selembar kertas berisi nilai-nilai Caitlyn dari kelas 10 dan 11

“Bapak senang melihat peningkatan nilai kamu, tapi bisa kamu lihat nilai matematikamu sangat kurang Caitlyn. Bapak sudah memberitahumu sejak kelas 11 awal agar kamu bisa meningkatkan nilai matematikamu, tapi ternyata nilaimu tidak meningkat.” Caitlyn melihat lembar-lembar nilainya dengan sedih, karena satu-satunya nilai yang di bawah rata-rata hanya nilai matematikanya,

“Januar, nilai bahasa inggrismu juga di bawah rata-rata.” Berbeda dengan Caitlyn yang raut wajahnya terlihat sedih, Januar tidak memperlihatkan ekspresi sedih, dia hanya menghela nafas,

“Bapak memanggil kalian berdua, karena Bapak berharap kalian bisa belajar bersama.” Namun kali ini, ekspresi terkejut muncul dari raut wajah mereka berdua,

“Caitlyn, nilai bahasa inggrismu paling bagus diantara teman-teman yang lainnya, begitu juga dengan nilai matematika Januar. Bapak harap kalian bisa belajar bersama agar bisa meningkatkan nilai kalian ya?” Tidak pernah melakukan percakapan dan interaksi sama sekali sejak pertama kali bertemu, tapi sekarang harus belajar bersama? Ini isi pikiran Caitlyn sejak mendengar perkataan wali kelasnya,

“Bapak hanya ingin menyampaikan itu, sekarang kalian sudah bisa pulang ke rumah.” Setelah itu Januar menunduk memberi hormat pada gurunya sebelum meninggalkan ruang guru dan Caitlyn yang masih dengan raut wajah terkejut.

 

            Saat sampai di rumah, satu detik setelah Caitlyn membaringkan tubuhnya di kasur, suara notifikasi handphone nya berbunyi tanda ada pesan yang masuk,

 

            Ting!

0821-****
mau belajar dimana?

 

Kening Caitlyn berkerut, ini siapa sih? Gaada salam dulu gitu? Orang minta sumbangan aja salam dulu. Namun ide jahil terlintas di kepala Caitlyn,

 

Pulsa tdk cukup utk menerima SMS dr bank?
Ketik REG utk aktifkan Paket Darurat
(SMS Banking, Rp1000/SMS, Max 5 SMS/hari).
BAYAR NANTI saat isi pulsa. SKB!

0821-****
Caitlyn.

Ini siapa sih?
maling aja kalo mau nyolong permisi dulu!

0821-****
Januar, ini nomor gw

Salam dulu!

0821-****
Selamat sore yang mulia ratu, maaf mengganggu
Apakah yang mulia bersedia
untuk belajar malam ini?

Yahh tapi maaf ya, ratumu ini lagi sibuk bgt.

Kucink Gawronk!
Lo tuh malesan banget ya?

Ku butuh istirahat yaa? Pliss, Janu

Kucink Gawronk!
Jam 6 gw jemput harus udah siap

Heh! seenaknya banget bikin jadwal,
kamu pikir semua didunia ini bisa dadakan kayak tahu bulat?

 

            Namun pesan terakhir Caitlyn hanya bercentang abu-abu, yang artinya tidak dibaca oleh si penerima. “Ja nu ar pra mu ja, orang paling aneh satu dunia. Padalah kalo mau ngajak ngajak itu minimal 1 minggu sebelumnya, princess ini kan sibuk!”

            Belum 5 menit Caitlyn mengoceh, suara mobil Januar sudah terdengar di balik pagar rumahnya membuat Caitlyn panik karena belum sempat bersiap-siap. Akhirnya dia keluar dengan kaos putih polos dibalut cardigan cokelat dan jeans hitam, tidak lupa totebag berisi buku juga alat tulisnya.

            “Emang boleh semobil berdua? Kita kan belum muhrim tahu”
            “Terus mau lo naik apa? Buraq?” Caitlyn memperlihatkan cengirannya, “Orang pinter bisa ngelawak juga ya? Hehe”

            Setelahnya tidak ada yang memulai percakapan, Januar fokus pada kegiatan menyetirnya sedangkan Caitlyn sibuk mencari tahu apa itu Buraq.

            Sekitar 30 menit, akhirnya mereka sampai di perpustakaan. Mereka masuk dan menyewa 2 meja belajar selama 4 jam. Karena area belajar ada di lantai 2, jadi mereka pergi kesana dan mulai sesi pertama belajar mandiri mereka.

            “I dance, you dance, he dances?”
            “Iya, emang pick me he she it tuh”

 

            “49 dikurang 7 berapa?”
            “42 lah”
            “Kenapa lo tulis 800?”
            “Lah iya”

 

“Kenapa ginjal ada dua?”
“Kalau yang satunya rusak, tubuh masih bisa bekerja dengan baik”
“Salah, kalau cuma satu namanya ganjil. Kenapa gurame suka bergerombol?”
“Lo serius tanya gituan?”
“Salah, karna kalau sendirian namanya gusepi”

 

            “Januu, kalau soal ini gimana?” Caitlyn memberikan secarik kertas soal matematika yang ia temukan. Setelah Januar melirik soal tersebut, ia tersenyum tipis, “Lo mau ngerjain gue ya?” tebak Janu, tapi Caitlyn mengelak dengan cepat “Enggak lah!”

9x – 7i > 3 (3x – 7u), ini adalah soal yang Caitlyn tanyakan pada Januar. Januar mengambil alih kertas tersebut dan mulai menjelaskan,

“ini harus dikaliin dulu pake sifat distributif aljabar, jadi 9x – 7i > 9x – 21u. Terus kita pindah ruas, kalau pindah ruas diapain?” Januar bertanya untuk memastikan Caitlyn mengerti apa yang ia kerjakan.

“Disayang” celetuk Caitlyn asal, Januar menyentil pelan dahi Caitlyn yang membuat korbannya mengaduh sakit, “Sakit Janu!”

“Otak lo tuh ya, karna pindah rusa jadi 9x nya minus. 9x dikurang 9x berarti 0 > 7i – 21u,” Caitlyn mengangguk saja asal Januar tahu ia mengerti. Tak lama Januar menulis hasilnya di kertas tersebut, “i < 3u, ngerti?” Caitlyn melirik Januar menunggu reaksi apa yang akan keluar, “Caitlyn, ngerti ga?”

Saat ditanya untuk yang kedua kalinya, wajah jahil dan penasaran Caitlyn digantikan oleh wajah masam, “kamu ga salah fokus sama jawabannya gitu?”

“Kenapa harus salah fokus? Tujuh i kurang dari tiga u, itu jawabannya.” Mendengar jawaban yang tidak sesuai dengan ekspetasinya, Caitlyn menutupi wajahnya dengan buku dan melipat tangannya di perut dan duduk dengan posisi tubuh yang sedikit merosot ke bawah.

 

 

 

 

            Malam itu Januar benar-benar dibuat pusing oleh tingkah random Caitlyn, selain tingkahnya, Caitlyn juga suka menggambar random. Misalnya sekarang Caitlyn menggambar asal pemandangan langit dan bola berbentuk bumi dengan tambahan senyum lucu, “Janu liat! Bumi nya aku, langitnya kamu. Karna kalau aku capek, rasa capek itu bisa hilang kalau lihat langit!” Kertas tersebut Caitlyn selipkan di buku pelajaran, dia asyik sendiri memandang hasil karya nya dengan senyumnya yang tak kunjung luntur.

Namun ekspresi senyuman Caitlyn seketika berubah menjadi ekspresi panik karena ia melihat darah keluar dari hidung Januar, “eh hidung kamu!” Caitlyn mengambil tisu dan menyumbat hidung Januar agar pendarahannya berhenti.

            “Kok kamu mimisan?” tanya Caitlyn, “Cuma mimisan, karena terlalu cape” Januar menjelaskan.

            Setelah kejadian Januar mimisan, sesi belajar malam itu akhirnya selesai karena Caitlyn yang meminta Januar untuk pulang lebih awal agar laki-laki itu bisa beristirahat.

 

            Satu bulan, dua bulan berlalu, semakin hari Caitlyn semakin menguasai pelajaran matematika begitu juga Januar yang mulai menguasai pelajaran bahasa inggris. Bonusnya, hubungan mereka pun semakin dekat.

 

*10 Bulan kemudian

 

Semua orang bahagia hari ini, mereka akhirnya bisa lulus dari sekolah ini. “Semoga para siswa yang telah lulus dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang tertinggi dan mengamalkan ilmunya demi kehidupan yang lebih baik. Mari kita beri tepuk tangan yang paling meriah untuk anak-anak kita yang telah lulus!” Seluruh orang tua murid bertepuk tangan dengan meriah karena merasa bangga melihat anak nya sudah lulus Sekolah Menengah Akhir.

            Ini adalah momen yang paling berat untuk Caitlyn, karena ia tahu setelah lulus, Caitlyn dan Januar akan sulit bertemu, “Kamu beneran mau kuliah di luar negri?” Caitlyn masih berharap Januar berbohong,

            “Iya, mama papa minta gue buat kuliah di sana” Bukan kemauan Januar untuk kuliah di luar negri, namun itu permintaan orang tua nya yang tidak bisa ia bantah.

            “Gue gabisa janji untuk pulang lagi ke lo. Tapi gue bisa janji kita bakal ketemu lagi, Caitlyn.”

            Walau sejujurnya Caitlyn kurang paham maksud dari perkataan Januar, tapi Caitlyn hanya fokus pada kata-kata Januar yang berjanji “kita bakal ketemu lagi, Caitlyn.” Caitlyn hanya berdoa semoga Januar bisa sampai dan kembali dengan selamat.

 

            11 tahun yang berat sudah Caitlyn jalani tanpa pernah berkomunikasi atau bertemu dengan Januar, karena setelah pergi keluar negeri, nomor Januar tidak lagi aktif. Dirinya juga menyesal tidak bisa mengantar Januar ke bandara karena jadwal kuliahnya bentrokan dengan waktu Januar berangkat.

 

“Halo adik kecil? Kamu sakit apa nak?” Caitlyn kini bukan lagi siswi, namun Dokter anak berusia 29 tahun. Ia bertanya kepada anak laki-laki berusia 4 tahun yang sedang duduk di depan Caitlyn sambil memegang tisu di hidungnya,

            “Hidungku berdarah terus Aunty, Miss suruh aku kesini untuk di cek” anak tersebut menjelaskan.

            “Coba kita cek dulu yaa?” Mimisan membuat Caitlyn mengingat seseorang, Namun ia tidak boleh memikirkan hal lain, kini ada pasien yang harus ia tangani. Setelah di cek, Ternyata anak ini hanya terlalu lelah, Namun Caitlyn menyarankannya untuk pulang ke rumah karena suhu tubuhnya lumayan tinggi,

            “Kamu pulang aja ya? Karena suhu tubuh kamu tinggi, kamu harus banyak istirahat dan minum air putih yang cukup okai?” Caitlyn menjelaskan kepada anak itu dengan kata-kata yang mudah dimengerti. “Hafal nomor orang tua kamu ga? Mau dokter telfon boleh?” Caitlyn sudah mengambil ponsel nya, namun anak itu langsung bangkit dari kursi nya dan berlari ke arah pintu sambil berteriak riang, “Papaa!”

Dan saat Caitlyn menoleh, ia langsung mengingat tidak banyak berubah darinya, hanya saja kini senyumnya lebih mudah terlihat, “Januar?”

 

Januar menepati janjinya agar ia dan Caitlyn bisa bertemu lagi, semesta juga mengabulkan permintaan Caitlyn agar Januar bisa pergi dan kembali dengan selamat. Namun ia lupa meminta Tuhan agar dia dan Januar dipersatukan kembali, kini ia teringat pada kata-kata Januar yang tidak ia mengerti, “Gue gabisa janji untuk pulang lagi ke lo, tapi sekarang janji gue buat ketemu sama lo udah lunas, Caitlyn.”

 

Kamu itu layaknya langit yang kelihatannya dekat tapi nyatanya jauh. Terlihat dekat untuk dilihat, namun terlalu jauh untuk digapai.

Bina Mulia Mandiri

Author & Editor

Hallo, selamat datang di Bina Mulia Mandiri

0 comments:

Post a Comment